Jumat, 22 Maret 2013

Terapi Berpusat Pada Klien (Client-Centered Therapy)


Terapi yang berpusat pada klien (client-centered) sering pula disebut sebagai terapi teori diri (self theory), terapi non-direktif, dan terapi Rogerian. Carl R. Roger dipandang sebagai pelopor dan tokoh terapi ini. Menurut Roger konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan.
1.                  Konsep Pokok
Pendekatan terapi “client-centered” atau yang berpusat pada klien menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konstruk inti terapi berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau struktur diri dapat dipandanag sebagai konfigurasi persepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran. Hal itu terdiri dari atas unsur-unsur persepsi terhadap karakteristik dan kecakapan seseorang, pengamatan dan konsep diri dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan, kualitas nilai yang dipandang sebagai pertautan dengan pengalaman dan obyek, dan tujuan serta cita-cita yang dipandang mempunyai kekuatan positif dan negatif. Diri (self) merupakan atribut yang dipelajari yang membentuk gambaran diri individu sendiri.
Dalam hubungannya dengan konsep aktualisasi diri, Roger mendefinisikan kecendrungan mewujud sebagai satu kecenderungan yang melekat dalam organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dalam cara-cara yang dapat menjamin untuk memelihara atau meningkatkan organisme. Dengan aktualisasi diri berarti bahwa manusia terdorong oleh dorongan pokok yaitu mengembangkan diri dan mewujudkan potensinya.
Orang yang dikatakan sehat adalah yang dirinya dapat berkembang penuh (the fully functioning self), dan dapat mengalami proses hidupnya tanpa hambatan. Individu terdorong untuk menjadi dirinya sendiri. Adapun individu yang mencapai “fully functioning” ditandai dengan (1) terbuka pada pengalaman, (2) menghidupi setiap peristiwa secara penuh, dan (3) mempercayai pertimbangan dan pemilihan sendiri.
            2.                  Proses Terapi
Terapi yang berpusat pada klien memusatkan pada pengalaman individual. Dalam proses disorganisasi dan reorgnisasi diri, terapi berupaya untuk meminimalkan rasa diri terancam dan memaksimalkan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan dalam perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai perasaan yang mengarah kepada pertumbuhan. Melalui penerimaan terhadap klien, terapis membantunya untuk menyatakan, mengkaji, dan memadukan, pengalaman-pengalaman sebelumnya ke dalam konsep diri. Dengan redifinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan dari dan menerima orang lain dan menjadi orang yang lebih berkembang penuh.
Tujuan terapi adalah menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya dan dapat mengalami aspek dari sebelumnya terganggu. Di samping itu terapi bertujuan membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaan yang lebih besar kepada dirinya, keinginan untuk menjadi pribadi, dan meningkatkan spontanitas hidup. Klien dikatakan sudah sembuh apabila: (1) kepribadiannya terintegrasi, dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya atas tanggung jawab diri, memiliki gambaran diri yang serasi dengan pengalaman sendiri, (2) mempunyai tilikan diri, dalam arti memandang fakta yang lama dengan pandangan baru, (3) mengenal dan menerima diri sendiri sebagaimana adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan, (4) dapat memilih dan menentukan tujuan hidup atas tanggung jawab sendiri.
           3.                  Kritik dan kontribusi
           Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
a.       Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan rasional.
b.      Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori.
c.       Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
d.      Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan terapi kadang-kadang dibuat tergantung lokasi terapis dan klien.
e.       Meskipun terbukti bahwa terapi client-centered diakui efektif tetapi bukti-bukti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
f.        Sulit bagi terapis untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
Kontribusi yang diberikan antara lain, dalam hal:
a.         Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis dalam proses terapi.
b.         Identifikasi dan penekanan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
c.         Lebih menekankan pada sikap terapis daripada teknik.
d.        Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
e.         Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam proses terapi.

Sumber:
Surya, Prof. DR. H. Mohamad. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar