Sabtu, 13 April 2013

Terapi Rasional Emotif


Terapi rasional emotif (TRE) yang dikembangkan oleh Albert Ellis banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitf-tingkah laku-tindakan dalam arti ia menitikberatkan berpikir , menilai, memutuskan, menganalisis, dan betindak.

Konsep utama

Pandangan tentang sifat manusia
TRE adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irrasional dan jahat. Manusia dilahirkan dengan kecenderrungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya; jika tidak segera mencapai apa yang dinginnkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain Ellis dalam Corey, 1995).
            TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana dinyatakan oleh Ellis (dalam Corey, 1995), ketika mereka beremosi, mereka juga berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir, mereka juga beremosi dan bertindak. Untuk memperbaiki pola-pola yang disfungsional, seseorang idealnya harus menggunakan metode-metode perseptual-kognitif, emotif-evokatif, dan behavioristik redukatif.
Tentang sifat manusia, Ellis (dalam Corey, 1995) menyatakan bahwa baik pendekatan psikoanalitik Freudian maupun pendekatan eksistensial telah keliru dan bahwa metodologi-metodologi yang di bangun di atas kedua sistem psikoterapi tersebut tidak efektif dan tidak memadai. Menurut Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri.
TRE dan teori kepribadian
Rangkuman pandangan TRE tentang manusia adalah sebagai berikut:
Neurosis, yang didefinisikan sebagai “berpikir dan bertingkah laku irrasional”, adalah suatu keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa kita semua. Keadaan ini berakar dalam pada kenyataan bahwa kita adalah manusia dan hidup dengan manusia-manusia lain dalam masyarakat.
Psikopatologi pada mulanya dipelajari dan diperhebat oleh timbunan keyakinan-keyakinan irrasional yang berasal dari orang-orang yang berpengaruh selama masa kanak-kanak. Bagaimanapun, kita secara aktif membentuk keyakinan-keyakinan keliru dengan proses-proses otosugesti dan repitisi diri. Oleh karena itu, sikap-sikap yang disfungsional hidup dan bekerja di dalam diri kita lebih disebabkan oleh pengulangan pemikiran-pemikiran irrasional yang diterima pada masa dini yang dilakukan oleh kita sendiri ketimbang oleh pengulangan yang dilakukan oleh orang tua.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. TRE menekankan bahwa menyalahkan adalah inti sebagian besar gangguan emosional. Oleh karena itu, jika kita ingin menyembuhkan orang yang neurotik atau psikotik, kita harus menghentikan penyalahan diri dan penyalahan terhadap orang lain yang ada pada orang tersebut. Orang perlu belajar untuk menerima dirinya sendiri dengan segala kekurangannya.
TRE menandaskan bahwa orang-orang tidak perlu diterima dan dicintai, bahkan meskipun hal itu diinginkannya. Terapis mengajari para klien bagaimana merasakan kesakitan, bahkan apabila para klien itu memang tidak diterima oleh orang-orang yang berarti, terapis TRE berusaha membantu mereka untuk mengatasi dari depresi, kesakitan, kehilangan rasa berharga, dan kebencian.
Teori A-B-C tentang kepribadian
Teori A-B-C tentang kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktek TRA. A adalah keberadaan suatu fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. C adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang; reaksi ini bisa layak dan bisa pula tidak layak. A (peristiwa yang mengaktifkan) bukan penyebab timbulnya C (konsekuensi emosional). B yaitu keyakinan individu tantang A, yang menjadi penyebab C, yakni reaksi emosional. Misalnya, jika seseorang mengalami depresi sesudah perceraian, bukan perceraian itu sendiri yang menjadi penyebab timbulnya reaksi depresif, melainkan keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai kegagalan, penolakan, atau kehilangan teman hidup. Keyakianan akan penolakan dan kegagalan (pada B) adalah yang menyebabkan depresi (pada C), jadi bukan peristiwa perceraian yang sebenarnya (pada A). Jadi manusia bertanggung jawab atas penciptaan reaksi-reaksi emosional dan gangguan-gangguannya sendiri.
Ellis (dalam Corey, 1995) menandaskan bahwa karena manusia memiliki kesanggupan untuk berpikir, maka manusia mampu melatih dirinya sendiri untuk mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan yang menyabotase diri sendiri.
TRE berasumsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irrasional orang-orang berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan emosional dan behavioralnya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan-gagasan mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan-gagasan irrasional mereka di atas dasar-dasar logika dan karenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irrasionalnya. Jadi, TRE mengonfrontasikan para klien dengan keyakinan-keyakinan irrasionalnya serta menyerang, menantang, mempertanyakan, dan membahas keyakinan-keyakian yang irrasional itu.
Setelah A-B-C  menyusul D. Pada dasarnya D adalah penerapan metode ilmiah untuk membantu para klien menantang keyakinan-keyakinannya yang irrasional yang telah mengakibatkan gangguan-gangguan emosi dan tingkah laku.

Tujuan-tujuan terapi
TRE diarahkan kepada satu tujuan utama: meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Menurut Ellis (dalam Corey, 1995) tujuan utama psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
TRE tidak diarahkan semata-mata kepada penghapusan gejala (Ellis dalam Corey, 1995), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan perkawinan, dasar yang dituju oleh terapis bukan hanya pengurangan ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada umumnya. Tujuan utama proses terapi adalah membantu klien untuk membebasskan dirinya sendiri dari gejala-gejala yang dilaporkan dan yang tidak dilaporkan kepada terapis.
Ringkasnya, proses terapi terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya, sebagian besar adalah proses belajar-mengajar.
           
Fungsi dan peran terapis
Aktivitas-aktivitas terapi utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama: membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakianan-keyakinan dogmatis yang irrasioanl dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
            Langkah yang pertama yang dilakukan oleh terapis adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irrasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan irrasionalnya.
Langkah yang kedua adalah membawa klien ke seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri, dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Klien bertanggung jawab atas masalah-masalahnya sendiri.
            Langkah terakhir dalam proses terapi adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irrasioanal. Mengajari klien bagaimana menggantikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irrasional dengan yang rasional.
            TRE pada dasarnya adalah suatu proses terapi kognitif dan behavioral yang aktif-direktif., TRE sering meminimalkan hubungan yang intens antara terapis dan klien. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri.

Sumber: Corey, Gerald. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar