Terapi rasional emotif
(TRE) yang dikembangkan oleh Albert Ellis banyak kesamaannya dengan
terapi-terapi yang berorientasi kognitf-tingkah laku-tindakan dalam arti ia
menitikberatkan berpikir , menilai, memutuskan, menganalisis, dan betindak.
Konsep
utama
Pandangan
tentang sifat manusia
TRE adalah aliran
psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,
baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irrasional dan
jahat. Manusia dilahirkan dengan kecenderrungan untuk mendesakkan pemenuhan
keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan
dalam hidupnya; jika tidak segera mencapai apa yang dinginnkannya, manusia
mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain Ellis dalam Corey, 1995).
TRE
menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan.
Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasan biasanya
dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana
dinyatakan oleh Ellis (dalam Corey, 1995), ketika mereka beremosi, mereka juga
berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir, mereka juga beremosi dan bertindak.
Untuk memperbaiki pola-pola yang disfungsional, seseorang idealnya harus
menggunakan metode-metode perseptual-kognitif, emotif-evokatif, dan
behavioristik redukatif.
Tentang sifat manusia,
Ellis (dalam Corey, 1995) menyatakan bahwa baik pendekatan psikoanalitik
Freudian maupun pendekatan eksistensial telah keliru dan bahwa
metodologi-metodologi yang di bangun di atas kedua sistem psikoterapi tersebut
tidak efektif dan tidak memadai. Menurut Ellis, manusia bukanlah makhluk yang
sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia
melihat individu sebagai unik dan memiliki kekuatan untuk memahami
keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai
dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak,
dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri.
TRE
dan teori kepribadian
Rangkuman pandangan TRE tentang manusia
adalah sebagai berikut:
Neurosis, yang
didefinisikan sebagai “berpikir dan bertingkah laku irrasional”, adalah suatu
keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa kita semua. Keadaan ini berakar
dalam pada kenyataan bahwa kita adalah manusia dan hidup dengan manusia-manusia
lain dalam masyarakat.
Psikopatologi pada
mulanya dipelajari dan diperhebat oleh timbunan keyakinan-keyakinan irrasional
yang berasal dari orang-orang yang berpengaruh selama masa kanak-kanak.
Bagaimanapun, kita secara aktif membentuk keyakinan-keyakinan keliru dengan
proses-proses otosugesti dan repitisi diri. Oleh karena itu, sikap-sikap yang
disfungsional hidup dan bekerja di dalam diri kita lebih disebabkan oleh
pengulangan pemikiran-pemikiran irrasional yang diterima pada masa dini yang
dilakukan oleh kita sendiri ketimbang oleh pengulangan yang dilakukan oleh
orang tua.
Emosi-emosi adalah
produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita
pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. TRE menekankan bahwa
menyalahkan adalah inti sebagian besar gangguan emosional. Oleh karena itu,
jika kita ingin menyembuhkan orang yang neurotik atau psikotik, kita harus
menghentikan penyalahan diri dan penyalahan terhadap orang lain yang ada pada
orang tersebut. Orang perlu belajar untuk menerima dirinya sendiri dengan
segala kekurangannya.
TRE menandaskan bahwa
orang-orang tidak perlu diterima dan dicintai, bahkan meskipun hal itu
diinginkannya. Terapis mengajari para klien bagaimana merasakan kesakitan, bahkan
apabila para klien itu memang tidak diterima oleh orang-orang yang berarti,
terapis TRE berusaha membantu mereka untuk mengatasi dari depresi, kesakitan,
kehilangan rasa berharga, dan kebencian.
Teori
A-B-C tentang kepribadian
Teori A-B-C tentang
kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktek TRA. A adalah keberadaan
suatu fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. C adalah
konsekuensi atau reaksi emosional seseorang; reaksi ini bisa layak dan bisa
pula tidak layak. A (peristiwa yang mengaktifkan) bukan penyebab timbulnya C
(konsekuensi emosional). B yaitu keyakinan individu tantang A, yang menjadi
penyebab C, yakni reaksi emosional. Misalnya, jika seseorang mengalami depresi
sesudah perceraian, bukan perceraian itu sendiri yang menjadi penyebab timbulnya
reaksi depresif, melainkan keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai
kegagalan, penolakan, atau kehilangan teman hidup. Keyakianan akan penolakan
dan kegagalan (pada B) adalah yang menyebabkan depresi (pada C), jadi bukan
peristiwa perceraian yang sebenarnya (pada A). Jadi manusia bertanggung jawab
atas penciptaan reaksi-reaksi emosional dan gangguan-gangguannya sendiri.
Ellis (dalam Corey,
1995) menandaskan bahwa karena manusia memiliki kesanggupan untuk berpikir,
maka manusia mampu melatih dirinya sendiri untuk mengubah atau menghapus
keyakinan-keyakinan yang menyabotase diri sendiri.
TRE berasumsi bahwa
karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irrasional orang-orang berhubungan
secara kausal dengan gangguan-gangguan emosional dan behavioralnya, maka cara
yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan-perubahan
kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat
hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan-gagasan
mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan-gagasan irrasional
mereka di atas dasar-dasar logika dan karenanya mendorong mereka untuk mampu
mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irrasionalnya. Jadi, TRE
mengonfrontasikan para klien dengan keyakinan-keyakinan irrasionalnya serta
menyerang, menantang, mempertanyakan, dan membahas keyakinan-keyakian yang
irrasional itu.
Setelah A-B-C menyusul D. Pada dasarnya D adalah penerapan
metode ilmiah untuk membantu para klien menantang keyakinan-keyakinannya yang
irrasional yang telah mengakibatkan gangguan-gangguan emosi dan tingkah laku.
Tujuan-tujuan
terapi
TRE diarahkan kepada
satu tujuan utama: meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan
membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Menurut Ellis
(dalam Corey, 1995) tujuan utama psikoterapis yang lebih baik adalah
menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan
masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh
mereka.
TRE tidak diarahkan
semata-mata kepada penghapusan gejala (Ellis dalam Corey, 1995), tetapi untuk
mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling
dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan
perkawinan, dasar yang dituju oleh terapis bukan hanya pengurangan ketakutan
yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada umumnya. Tujuan
utama proses terapi adalah membantu klien untuk membebasskan dirinya sendiri
dari gejala-gejala yang dilaporkan dan yang tidak dilaporkan kepada terapis.
Ringkasnya, proses terapi
terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu
pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbahagiaannya
adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar
berpikir rasional. Proses terapi, karenanya, sebagian besar adalah proses
belajar-mengajar.
Fungsi
dan peran terapis
Aktivitas-aktivitas
terapi utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama: membantu klien untuk
membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar
gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan
klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia
menginternalisasi keyakianan-keyakinan dogmatis yang irrasioanl dan takhayul
yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Langkah
yang pertama yang dilakukan oleh terapis adalah menunjukkan kepada klien bahwa
masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irrasionalnya,
menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan
menunjukkan secara kognitif. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya
yang rasional dari keyakinan irrasionalnya.
Langkah yang kedua
adalah membawa klien ke seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia
sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan
terus menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang
kalimat-kalimat yang mengalahkan diri, dan yang mengekalkan pengaruh masa
kanak-kanak. Klien bertanggung jawab atas masalah-masalahnya sendiri.
Langkah
terakhir dalam proses terapi adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat
hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban
keyakinan-keyakinan yang irrasioanal. Mengajari klien bagaimana menggantikan
keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irrasional dengan yang rasional.
TRE
pada dasarnya adalah suatu proses terapi kognitif dan behavioral yang
aktif-direktif., TRE sering meminimalkan hubungan yang intens antara terapis
dan klien. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah
mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri.
Sumber:
Corey, Gerald. (1995). Teori dan praktek
konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar