Terapi tingkah laku
adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai
teori tentang belajar. Ia menyertakan penerapan yang sistematis
prinsip-prinsip belajar pada pengubahan
tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan ini telah
memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti, baik kepada bidang klinis maupun
pendidikan.
Berlandaskan
teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah
pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan
pengubahan tingkah laku. Kini modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku
menduduki tempat yang penting dalam lapangan psikoterapi dan dalam banyak area
pendidikan. Modifikasi tingkah laku telah memberikan pengaruh yang besar kepada
lapangan pendidikan, terutama pada area pendidikan khusus yang menangani
anak-anak yang memilki masalah-masalah belajar dan tingkah laku.
Konsep
utama
Pandangan
tentang sifat manusia
Behaviorisme adalah
suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah
bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan
cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.
Pendekatan
behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang
manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memilki kecenderungan-kecenderungan
positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan
oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.
Meskipun berkeyakinan bahwa segenap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil
dari kekuatan-kekuatan linkungan dan faktor-faktor genetik, para behavioris
memasukkan pembuatan putusan sebagai salah satu bentuk tingkah laku.
B. F. Skinner (dalam Corey, 1995), menyebutkan bahwa
para behavioris radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh
kondisi-kondisi lingkungan. Pendirian deteministik mereka yang kuat berkaitan
erat dengan komitmen terhadap pencarian pola-pola tingkah laku yang dapat
diamati. Mereka menjabarkan melalui rincian spesifik berbagai faktor yang dapat
diamati yang mempengaruhi belajar serta membuat argumen bahwa manusia
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan eksternal.
John Watson, pendiri
behaviorisme, adalah seorang behavioris radikal yang pernah menyatakan bahwa ia
bisa mengambil sejumlah bayi yang sehat dan menjadikan bayi itu apa saja yang
diinginkannya – dokter, ahli hukum, seniman, perampok, pencopet – melalui
bentuk lingkungan. Jadi, Watson menyingkirkan dari psikologi konsep-konsep
seperti kesadaran, determinasi diri, dan berbagai fenomena subjektif lainnya.
Ia mendirikan suatu psikologi tentang kondisi-kondisi tingkah laku yang dapat
diamati. Marquis (dalam Corey, 1995) menyatakan bahwa terapi tingkah laku itu
mirip keahlian teknik dalam arti ia menerapkan informasi-informasi ilmiah guna
menemukan pemecahan-pemecahan teknis atas masalah-masalah manusia. Jadi, behaviorisme
berfokus pada bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang
menentukan tingkah laku mereka.
Ciri-ciri
untuk terapi tingkah laku
(a) Pemusatan
perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik
(b) Kecermatan
dan penguraian tujuan-tujuan treatment
(c) Perumusan
prosedur treatment yang spesifik yang
sesuai dengan masalah
(d) Penaksiran
objektif atas hasil-hasil terapi
Terapi
tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematik, juga tidak
berakar pada suatu teori yang dikembngakan dengan baik. Sekalipun memilki
banyak teknik, terapi tingkah laku hanya memilki sedikit konsep. Ia adalah suatu
pendekatan induktif yang berlandaskan eksperimen-eksperimen, dan menerapakan
metode eksperimental pada proses terapi. Peertanyaan terapis boleh jadi, “Tingkah
laku spesifik apa yang oleh individu ini ingin diubah, dan tingkah laku baru
yang bagaimana yang ingin dipelajari?” Kekhususan ini membutuhkan suatu
pengamatan yang cermat atas tingkah laku klien. Penjabaran-penjabaran yang
kabur dan umum tidak bisa diterima: tingkah laku yang oleh klien diinginkan
berubah, dispesifikasi. Yang juga penting adalah bahwa kondisi-kondisi yang
menjadi penyebab timbulnya tingkah laku masalah diidentifikasi sehingga
kondisi-kondisi baru bisa diciptakan guna memodifikasi tingkah laku. Urusan
terapi utama adalah mengisolasi tingkah laku masalah, dan kemudian menciptakan cara-cara
untuk mengubahnya.
Pada
dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah
laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan
mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.
Karena tingkah laku yang dituju dispesifikasi dengan jelas,
tujuan-tujuan treatment dirinci, dan
metode-metode terapi diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi bisa
dievaluasi. Terapi tingkah laku memasukkan kriteria yang didefinisikan dengan
baik bagi perbaikan atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menekankan
evaluasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusi dan
perbaikan yang berkesinambungan atas prosedur-prosedur treatment menandai proses terapi.
Tujuan-tujuan
terapi
Tujuan
umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses
belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari
(learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Terapi tingkah laku tampaknya
menitikberatkan kecakapan terapis dalam menetapkan tujuan-tujuan dan tingkah
laku, para pemraktek kontemporer memberikan penekanan pada keaktifan klien
dalam memilih tujuan-tujuan dan pada keterlibatan aktif klien dalam proses
terapi. Mereka menjelaskan bahwa terapi tidak bisa dipaksakan kepada klien yang
tidak berkesediaan dan bahwa terapis dan klien perlu bekerja sama untuk
mencapai sasaran-sasaran bersama.
Krumboltz
dan Thorensen (dalam Corey, 1995) telah mengembangkan tiga kriteria bagi
perumusan tujuan yang bisa diterima dalam terapi tingkah laku:
(a) Tujuan
yang dirumuskan haruslah tujuan yang diinginkan oleh klien
(b) Terapis
harus bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan
(c) Harus
terdapat kemungkinan untuk menaksir sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya
Pada umunya
klien tidak menjabarkan masalah-masalah dalam bahsa yang sederhana dan jelas. Tugas
terapis adalah mendengarkan kesulitan klien secara aktif dan empatik. Terapis memantulkan
kembali apa yang dipahaminya untuk memastikan apakah persepsinya tentang
pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan klien benar. Lebih dari itu, terapis
membantu klien menjabarkan bagaimana dia akan bertindak di luar cara-cara yang
ditempuh sebelumya. Dengan berfokus pada tingkah laku yang spesifik yang ada pada kehidupan
klien sekarang, terapis membantu klien menerjemahkan kebingungan yang
dialaminya ke dalam suatu tujuan kongkret yang mungkin untuk dicapai.
Fungsi
dan peran terapis
Terapis
tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan
pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah-masalah
manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai
guru, pengarah, dan ahli dalam endiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan
dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarahkan
kepada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Krasner (dalam Corey, 1995)
mengajukan argumen bahwa peran seorang terapis, terlepas dari aliansi
teoritisnya, sesungguhnya adalah “mesin perkuatan”. Apa pun yang dilakukannya,
terapis pada dasarnya terlibat dalam pemberian perkuatan-perkuatan sosial, baik
yang positif maupun negatif. Bahkan meskipun memprsepsikan dirinya sebagai
pihak yang netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapis
membentuk tingkah laku klien, baik melalui cara-cara langsung maupun melalui
cara-cara tidak langsung. Tingkah laku klien tunduk pada manipulasi yang halus
oleh tingkah laku terapis yang memperkuat. Peran terapis adalah memanipulasi
dan mengendalikan psikoterapi dengan pengetahuan dan kecakapannya menggunakan
teknik-teknik belajar dalam suatu situasi perkuatan sosial.
Goodstein (dalam Corey, 1995) juga
menyebutkan peran terapis sebagai pemberi perkuatan. Peran terapis adalah
menunjang perkembangan tingkah laku yang secara sosial layak dengan secara
sistematis memperkuat jenis tingkah laku klien semacam itu. Minat, perhatian,
dan persetujuan (ataupun ketidakberminatan dan ketidaksetujuan) terapis adalah
pemerkuat-pemerkuat yang hebat bagi tingkah laku klien. Pemerkuat-pemerkuat
tersebut bersifat interpersonal dan melibatkan bahasa, baik verbal maupun
nonverbal, serta acap kali tanpa disertai kesadaran yang penuh dari terapis. Peran
mengendalikan tingkah laku klien dimainkan oleh terapis melalui perkuatan
menjangkau situasi di luar konseling serta dimasukkan ke dalam tingkah laku
klien dalam dunia nyata.
Satu fungsi penting lainnya adalah
peran terapis sebagai model bagi klien. Salah satu proses fundamental yang
memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau
pencontohan sosial yang disajikan oleh terapis. Terapis sebagai pribadi,
menjadi model yang penting bagi klien. Karena klien sering memandang terapis
sebagai orang yang patut diteladani, klien acap kali meniru sikap-sikap,
nilai-nilai, keprcayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis
harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi. Bagi
terapis, tidak menyadari kekuatan yang dimilkinya dalam mempengaruhi dan
membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti mengabaikan arti
penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.
Sumber:
Corey, Gerald. (1995). Teori dan praktek
konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar