Minggu, 14 April 2013

Terapi Tingkah Laku


Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Ia menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip  belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan ini telah memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti, baik kepada bidang klinis maupun pendidikan.
            Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Kini modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku menduduki tempat yang penting dalam lapangan psikoterapi dan dalam banyak area pendidikan. Modifikasi tingkah laku telah memberikan pengaruh yang besar kepada lapangan pendidikan, terutama pada area pendidikan khusus yang menangani anak-anak yang memilki masalah-masalah belajar dan tingkah laku.
           
Konsep utama

Pandangan tentang sifat manusia
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.
Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memilki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari. Meskipun berkeyakinan bahwa segenap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan linkungan dan faktor-faktor genetik, para behavioris memasukkan pembuatan putusan sebagai salah satu bentuk tingkah laku.
B. F.  Skinner (dalam Corey, 1995), menyebutkan bahwa para behavioris radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan. Pendirian deteministik mereka yang kuat berkaitan erat dengan komitmen terhadap pencarian pola-pola tingkah laku yang dapat diamati. Mereka menjabarkan melalui rincian spesifik berbagai faktor yang dapat diamati yang mempengaruhi belajar serta membuat argumen bahwa manusia dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan eksternal.
John Watson, pendiri behaviorisme, adalah seorang behavioris radikal yang pernah menyatakan bahwa ia bisa mengambil sejumlah bayi yang sehat dan menjadikan bayi itu apa saja yang diinginkannya – dokter, ahli hukum, seniman, perampok, pencopet – melalui bentuk lingkungan. Jadi, Watson menyingkirkan dari psikologi konsep-konsep seperti kesadaran, determinasi diri, dan berbagai fenomena subjektif lainnya. Ia mendirikan suatu psikologi tentang kondisi-kondisi tingkah laku yang dapat diamati. Marquis (dalam Corey, 1995) menyatakan bahwa terapi tingkah laku itu mirip keahlian teknik dalam arti ia menerapkan informasi-informasi ilmiah guna menemukan pemecahan-pemecahan teknis atas masalah-masalah manusia. Jadi, behaviorisme berfokus pada bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.

Ciri-ciri untuk terapi tingkah laku
(a)      Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik
(b)     Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
(c)      Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
(d)     Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi
Terapi tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematik, juga tidak berakar pada suatu teori yang dikembngakan dengan baik. Sekalipun memilki banyak teknik, terapi tingkah laku hanya memilki sedikit konsep. Ia adalah suatu pendekatan induktif yang berlandaskan eksperimen-eksperimen, dan menerapakan metode eksperimental pada proses terapi. Peertanyaan terapis boleh jadi, “Tingkah laku spesifik apa yang oleh individu ini ingin diubah, dan tingkah laku baru yang bagaimana yang ingin dipelajari?” Kekhususan ini membutuhkan suatu pengamatan yang cermat atas tingkah laku klien. Penjabaran-penjabaran yang kabur dan umum tidak bisa diterima: tingkah laku yang oleh klien diinginkan berubah, dispesifikasi. Yang juga penting adalah bahwa kondisi-kondisi yang menjadi penyebab timbulnya tingkah laku masalah diidentifikasi sehingga kondisi-kondisi baru bisa diciptakan guna memodifikasi tingkah laku. Urusan terapi utama adalah mengisolasi tingkah laku masalah, dan kemudian menciptakan cara-cara untuk mengubahnya.
Pada dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.  Karena tingkah laku yang dituju dispesifikasi dengan jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci, dan metode-metode terapi diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi bisa dievaluasi. Terapi tingkah laku memasukkan kriteria yang didefinisikan dengan baik bagi perbaikan atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menekankan evaluasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusi dan perbaikan yang berkesinambungan atas prosedur-prosedur treatment menandai proses terapi.

Tujuan-tujuan terapi
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Terapi tingkah laku tampaknya menitikberatkan kecakapan terapis dalam menetapkan tujuan-tujuan dan tingkah laku, para pemraktek kontemporer memberikan penekanan pada keaktifan klien dalam memilih tujuan-tujuan dan pada keterlibatan aktif klien dalam proses terapi. Mereka menjelaskan bahwa terapi tidak bisa dipaksakan kepada klien yang tidak berkesediaan dan bahwa terapis dan klien perlu bekerja sama untuk mencapai sasaran-sasaran bersama.
Krumboltz dan Thorensen (dalam Corey, 1995) telah mengembangkan tiga kriteria bagi perumusan tujuan yang bisa diterima dalam terapi tingkah laku:
(a)      Tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan yang diinginkan oleh klien
(b)     Terapis harus bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan
(c)      Harus terdapat kemungkinan untuk menaksir sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya
Pada umunya klien tidak menjabarkan masalah-masalah dalam bahsa yang sederhana dan jelas. Tugas terapis adalah mendengarkan kesulitan klien secara aktif dan empatik. Terapis memantulkan kembali apa yang dipahaminya untuk memastikan apakah persepsinya tentang pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan klien benar. Lebih dari itu, terapis membantu klien menjabarkan bagaimana dia akan bertindak di luar cara-cara yang ditempuh sebelumya. Dengan berfokus pada tingkah  laku yang spesifik yang ada pada kehidupan klien sekarang, terapis membantu klien menerjemahkan kebingungan yang dialaminya ke dalam suatu tujuan kongkret yang mungkin untuk dicapai.

Fungsi dan peran terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam endiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarahkan kepada tingkah laku yang baru dan adjustive.
            Krasner (dalam Corey, 1995) mengajukan argumen bahwa peran seorang terapis, terlepas dari aliansi teoritisnya, sesungguhnya adalah “mesin perkuatan”. Apa pun yang dilakukannya, terapis pada dasarnya terlibat dalam pemberian perkuatan-perkuatan sosial, baik yang positif maupun negatif. Bahkan meskipun memprsepsikan dirinya sebagai pihak yang netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapis membentuk tingkah laku klien, baik melalui cara-cara langsung maupun melalui cara-cara tidak langsung. Tingkah laku klien tunduk pada manipulasi yang halus oleh tingkah laku terapis yang memperkuat. Peran terapis adalah memanipulasi dan mengendalikan psikoterapi dengan pengetahuan dan kecakapannya menggunakan teknik-teknik belajar dalam suatu situasi perkuatan sosial.
            Goodstein (dalam Corey, 1995) juga menyebutkan peran terapis sebagai pemberi perkuatan. Peran terapis adalah menunjang perkembangan tingkah laku yang secara sosial layak dengan secara sistematis memperkuat jenis tingkah laku klien semacam itu. Minat, perhatian, dan persetujuan (ataupun ketidakberminatan dan ketidaksetujuan) terapis adalah pemerkuat-pemerkuat yang hebat bagi tingkah laku klien. Pemerkuat-pemerkuat tersebut bersifat interpersonal dan melibatkan bahasa, baik verbal maupun nonverbal, serta acap kali tanpa disertai kesadaran yang penuh dari terapis. Peran mengendalikan tingkah laku klien dimainkan oleh terapis melalui perkuatan menjangkau situasi di luar konseling serta dimasukkan ke dalam tingkah laku klien dalam dunia nyata.
            Satu fungsi penting lainnya adalah peran terapis sebagai model bagi klien. Salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau pencontohan sosial yang disajikan oleh terapis. Terapis sebagai pribadi, menjadi model yang penting bagi klien. Karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien acap kali meniru sikap-sikap, nilai-nilai, keprcayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi. Bagi terapis, tidak menyadari kekuatan yang dimilkinya dalam mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.

Sumber: Corey, Gerald. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar